Serius Tangani Kekerasan Terhadap Jurnalis

 AJI Minta Penegak Hukum Bersikap Profesional

Ilustrasi wartawan demo

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Kepala Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Erick Tanjung meminta pihak kepolisian serius menangani sejumlah kasus kekerasan yang menimpa para jurnalis. Dalam pandangannya, selama ini polisi seakan tidak serius menangani kasus kekerasan yang menimpa jurnalis.''Untuk Jakarta dari semua kasus kekerasan terhadap jurnalis baik itu pelakunya ormas (maupun) polisi tidak ada satupun naik ke proses pengadilan, hanya sampai penyelidikan dan tak pernah sampai penyidikan," kata Erick di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Ahad (4/8). AJI meminta aparat penegak hukum bersikap profesional. Salah satunya, serius menangani kasus pidana kekerasan terhadap para jurnalis.

"Tidak ada satupun naik ke proses penyidikan, apalagi pengadilan. Dan kami dorong untuk kedepannya naik ke proses pengadilan," tutup Erick. AJI Jakarta menyoroti saat Aksi 21-22 Mei lalu. Ada 20 jurnalis yang mengaku mendapatkan kekerasan secara langsung oleh aparat kepolisian. padahal polisi seharusnya mengayomi dan melindungi tugas jurnalistik. Bukan melakukan tindakan represif terhadap para jurnalis dalam peliputan. "Semua file-file dihapus. Itu ada pelanggaran UU Pers. Itu fakta yang terjadi," ucap Erick," jelas Erick.


Dia melanjutkan, kondisi itu justru bertolak belakang dengan pencitraan polisi yang selama ini disuguhkan ke publik. Dia lantas membandingkan perilaku personel polisi saat pengamanan aksi 21-22 Mei dengan pencitraan yang ditampilkan di salah satu program televisi. "Ini sangat bertolak belakang dengan produk di TV yang dicitrakan sangat mengayomi publik," tegas Erick.Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menyesalkan program yang ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi yang seolah hanya menjadi sarana pencitraan institusi tersebut. Menurut aktivis hukum yang akrab disapa Arif itu, seharusnya program TV bisa mengambil peran lebih vital dibandingkan hanya mencitrakan polisi.

"Sayang sekali tayang-tayangan (itu) hanya berhenti di pencitraan polisi, tidak edukasi hukum," tutur Arif. Menurut Arif, seharusnya acara yang mengklaim sebagai produk jurnalistik itu bisa menjalankan fungsi pendidikan. Terutama pendidikan hukum bagi masyarakat. Apalagi masyarakat masih minim literasi hukum. Dijelaskan Arif, lebih baik program semacam itu memberi edukasi kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya di mata hukum. Contohnya, prosedur penggeledahan. "Bagaimana si penggeledahan. Jadi orang tuh kalau mau digeledah, mau ditangkap itu ada (paham) ketentuannya. Ketika itu tidak sah dan kita (masyarakat) bisa menggugat,'' tutur Arif.(Net/Hen)


Berita Lainnya...

Tulis Komentar